Saturday, September 29, 2018

CONTOH TAJUK RENCANA


Korupsi Masih “Berjaya”

Kita kembali dikejutkan dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir pekan lalu. Komisi antirasuah itu menangkap Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), DKI Jakarta, Muhammad Sanusi dari Partai Gerindra yang diduga menerima suap sebesar Rp. 2,14 miliar dalam dua tahap dari PT Agung Podomoro Land. Penangkapan itu terkait dengan pembahasan aturan reklamasi pesisir dan pulau-pulau kecil di Jakarta Utara. Selain Sanusi, KPK juga menangkap Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja dan seorang karyawannya, Trinanda Prihantoro. KPK juga mencegah chairman Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma yang hendak bepergian ke luar negeri.

Sebelumnya, KPK menangkap dua pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Brantas Abipraya (Persero) serta seorang dari pihak swasta di sebuah hotel di bilangan Cawang, Jakarta Timur. Ketiga orang tersebut antara adalah: Sudi Wantoko (Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya), Dandung Pamularno (Manajer Senior PT Brantas Abipraya), dan Marudut (pihak swasta). Dari ketiganya, KPK berhasil menyita uang 148,835 dolar AS. Penangkapan itu terkait dengan upaya penghentian penyidikan kasus korupsi PT Brantas Abipraya di Kejaksaan Tinggi Jakarta. Dua orang jaksa, yakni Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejatia) DKI Jakarta, Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu juga ikut diperiksa karena didua ada kaitan dengan kasus tersebut.
Kembali ditangkapnya anggota legislatif, pejabat negara dari BUMN, dan pengusaha atau swasta oleh KPK memperlihatkan bahwa reformasi yang bertujuan mengubah sistem korup kini justru dikuasai oleh pihak-pihak yang menguasai sistem strategis.
Seperti pada penangkapan-penangkapan sebelumnya, hal itu hampir selalu diwarnai oleh kekagetan orang-orang dan keluarga dekat pelaku. Namun faktanya, ini sungguh terjadi dan terjadi lagi. Betapa tidak, seorang berperilaku baik dan selalu mengumandangkan perang terhadap korupsi, ternyata ikut tergelincir ke kubangan perbuatan tidak terpuji ini.
Jika ditelusuri, kondisi ini antara lain disebabkan oleh semakin ringannya vonis untuk koruptor. Jika pada tahun 2013 rata-rata lama vonis penjara terpidana korupsi adalah 2 tahun 11 bulan, maka pada tahun 2015 menjadi 2 tahun 2 bulan. Pada saat yang sama, makin terkikisnya budaya malu membuat masyarakat permisif dan bahkan cenderung mudah melupakan pelaku koruptor….

Load disqus comments

0 comments