PERISTIWA
RENGASDENGKLOK
Sikap
Sukarno dan Hatta tersebut memang cukup beralasan karena jika proklamasi
dilaksanakan di luar PPKI, maka Negara Indonesia Merdeka ini harus
dipertahankan pada Sekutu yang akan mendarat di Indonesia dan sekaligus tentara
Jepang yang ingin menjaga status quo sebelum kedatangan Sekutu. Sjahrir
kemudian pergi ke Menteng Raya (markas para pemuda) bertemu dengan para pemuda
seperti: Sukarni, BM Diah, Sayuti Melik dan lain-lain.
Kelompok
muda menghendaki agar Sukarno-Hatta (golongan tua) segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Menurut golongan muda, tidak seharusnya para pejuang
kemerdekaan Indonesia menunggu-nunggu berita resmi dari Pemerintah Pendudukan
Jepang. Bangsa Indonesia harus segera mengambil inisiatifnya sendiri untuk
menentukan strategi mencapai kemerdekaan. Golongan muda kemudian mengadakan
rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta
pada tanggal 15 Agustus 1945, pukul 20.30. Hadir antara lain Chaerul Saleh,
Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikana, dan Alamsyah. Rapat
itu dipimpin oleh Chaerul Saleh dengan menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan
golongan pemuda yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal
rakyat Indonesia sendiri. Yang mendapat kepercayaan dari teman-temanya untuk
menemui Sukarno adalah Wikana dan Darwis. Oleh Wikana dan Darwis, hasil
keputusan itu disampaikan kepada Sukarno jam 22.30 di kediamannya, Jalan
Pegangsaan Timur, No 56 Jakarta. Namun sampai saat itu Sukarno belum bersedia
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa PPKI. Di sini terjadi perdebatan
sengit antara Sukarno dengan Wikana dan Darwis. Dalam perdebatan itu Wikana
menuntut agar proklamasi dikumandangkan oleh Sukarno pada keesokan harinya.
Peristiwa
ini menunjukkan adanya ketegangan antara kelompok tua dengan kelompok
muda yang memiliki sifat, karakter, cara bergerak, dan dunianya
sendiri-sendiri. Perbedaan pendapat itu tidak hanya berhenti pada adu
argumentasi, tetapi sudah mengarah pada tindakan pemaksaan dari golongan muda.
Tentu saja semua itu demi kemerdekaan Indonesia.
Para
pemuda itu kembali mengadakan pertemuan dan membahas tindakan-tindakan yang
akan dibuat sehubungan dengan penolakan Soekarno-Hatta. Pertemuan ini masih
dipimpin oleh Chaerul Saleh yang tetap pada pendiriannya bahwa kemerdekaan harus
tetap diumumkan dan itu harus dilaksankaan oleh bangsa Indonesia sendiri, tidak
seperti yang direncanakan oleh Jepang. Orang yang dianggap paling tepat untuk
melaksanakan itu adalah Soekarno-Hatta. Karena mereka menolak usul pemuda itu,
pemuda memutuskan untuk membawa mereka ke luar kota yaitu Rengasdengklok,
letaknya yang terpencil yakni 15 km ke arah jalan raya Jakarta-Cirebon. Menurut
jalan pemikiran pemuda jika Soekarno-Hatta masih berada di Jakarta maka kedua
tokoh ini akan dipengaruhi dan ditekan oleh Jepang serta menghalanginya untuk
memproklamirkan kemerdekaan ini dilakukan.
Pemilihan
Rengasdengkolk sebagai tempat pengamanan Soekarno-Hatta, didasarkan pada
perhitungan militer. Antara anggota Peta Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta
terdapat hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama. Secara
geografis, Rengasdengklok letaknya terpencil. Dengan demikian akan dapat
dilakukan deteksi dengan mudah terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang
hendak datang ke Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta, maupun
dari arah Bandung atau Jawa Tengah. Tujuan penculikan kedua tokoh ini selain
untuk mengamankan mereka dari pengaruh Jepang, juga agar keduanya mau segera
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan dengan Jepang.
Pada dasarnya Soekarno dan Hatta tidak mau ditekan oleh anak-anak muda itu,
sehingga mereka tidak mau memproklamirkan kemerdekaan. Dalam suatu pembicaraan
dengan Shodanco SinggiSoekarno memang menyatakan kesediannya untuk mengadakan
proklamasi segera setelah kembali ke Jakarta. Melihat sikap Soekarno ini, maka
para pemuda berdasarkan rapatnya yang terakhir pada pukul 00.30 waktu Jawa
jaman Jepang (24.00 WIB) tanggal 16 Agustus 1945 terdapat keputusan akan
menghadakan penculikan terhadap Soekarno dan Hatta dalam rangka upaya
pengamanan supaya tidak terpengaruh dari segala siasat Jepang. Pada tanggal 16
Agustus 1945 pukul 04.30 (waktu Jepang) atau pukul 04.00 WIB penculikan
(menurut golongan tua) dilaksanakan. Tidak diketahui secara jelas siapakah yang
memulai peristiwa ini. Ada yang mengatakan Sukarni-lah yang membawa
Soekarno-Hatta dini hari ke Rengasdengklok. Menurut Soekarno Sjahrir-lah yang
menjadi pemimpin penculikan dirinya dengan Hoh. Hatta.
Walaupun
sudah diamankan ke Rengasdengklok, Soekarno-Hatta masih tetap dengan
pendiriannya. Sikap teguh Soekarno-Hatta itu antara lain karena mereka belum
percaya akan berita yang diberikan oleh pemuda serta berita resmi dari Jepang
sendiri belum diperoleh. Seorang utusan pemuda yang bernama Yusuf Kunto dikirim
ke Jakarta untuk melaporkan sikap Soekarno-Hatta dan sekaligus untuk mengetahui
persiapan perebutan kekuasaan yang dipersiapkan pemuda di Jakarta.
Achmad
Subardjo datang ke Rengasdengklok dan berhasil menyakinkan para pemuda bahwa
proklamasi pasti akan diucapkan keesokan harinya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sehingga pada tangal 16 Agustus 1945 malam hari Soekarno-Hatta dibawa kembali
ke Jakarta. Sementara itu di Jakarta telah terjadi kesepakatan antara golongan
tua, yakni Achmad Soebardjo dengan Wikana dari golongan muda untuk mengadakan
proklamasi di Jakarta.
Laksamana
Muda Maeda bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di
rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu Jusuf Kunto dari pihak pemuda dan
Soebardjo yang diikuti oleh sekretaris pribadinya mbah Diro (Sudiro) menuju
Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno. Semua ini dilakukan tidak lepas dari
rasa prihatin sebagai orang Indonesia, sehingga terpanggil untuk menghusahakan
agar proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dilaksanakan secepat mungkin.
Namun
sebelumnya perlu mempertemukan perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda.
Untuk itu maka Soekarno dan Hoh. Hatta harus terlebih dahulu kembali dari
Rengasdengklok ke Jakarta. Rombongan yang terdiri dari Achmad Soebardjo, Sudiro
dan Yusuf Kunto segera berangkat menuju Rengasdengklok, tempat dimana Soekarno
dan Moh.Hatta diamankan oleh pemuda. Rombongan tiba di Rengasdengklok pada jam
19.30 (waktu Tokyo) atau 18.00 (waktu Jawa Jepang) atau pukul 17.30 WIB dan
bermaksud untuk menjemput dan segeramembawa Seoekarno-Hatta pulang ke Jakarta.
Perlu ditambahkan juga, disamping Soekarno dan Hatta ikut serta pula Fatmawati
dan Guntur Soekarno Putra. Peranan Achmad Subardjo sangat penting dalam
peristiwa ini, karena mampu mempercayakan para pemuda, bahwa proklamasi akan
dilaksanakan keesokan harinya paling lambat pukul 12.00 WIB. Ini dapat
dikabulkan dengan jaminan nyawanya sebagai taruhannya. Akhirnya Subeno komandan
kompi Peta setempat bersedia melepaskan Soekarno-Hatta ke Jakarta. Achmad
Subardjo adalah seorang yang dekat dengan golongan tua maupun muda,bahkan dia
juga sebagai penghubung dengan pemuka angkatan laut Jepang Laksamana Madya
Maeda. Dan melalui dia, Maeda menawarkan rumahnya sebagai tempat yang amandan
terlindung untuk menyusun naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik yang sudah
lama ditunggu-tunggu.
0 comments